Jakarta, – Permasalahan Perhimpunan Pemilik & Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Menara Latumeten ternyata masih belum tuntas meski sudah hampir dua tahun berlalu, bahkan kini masuk meja hijau yang didaftarkan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan nomor perkara 803/Pdt.G/2023/PN Jkt.Brt.
Ketua Pengawas P3SRS Menara Latumeten periode 2019 – 2021 yang juga berprofesi sebagai Advokat, Bapak Agus Sentosa Cahaya, menyampaikan “awalnya kami menaruh harapan yang besar kepada Pemerintah DKI Jakarta, khususnya Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, namun ternyata kami sangat kecewa karena dalam penyelesaian permasalahan yang terjadi di Menara Latumeten seperti melakukan penyesuaian pergub 132/2018 beserta perubahannya saja tidak mampu, lalu pembiaran penyelenggaraan RUALB yang cacat hukum karena tidak ada agenda laporan pertanggungjawaban termasuk laporan keuangan Pengurus P3SRS 2019 – 2021 bahkan saya selaku Ketua Pengawas tidak diundang, mungkin penyebabnya laporan saya kepada DPRKP mengenai pembentukan panitia musyawarah tidak sesuai Pergub sehingga dinyatakan cacat hukum, DPRKP juga membiarkan P3SRS yang tidak sah dan tidak memiliki SK dari kepala dinas mengelola apartemen. Sampai hari ini, satu-satunya tindakan DPRKP yaitu hanya mengundang Pengurus P3SRS periode 2019 – 2021 dan Pengurus yang cacat hukum, padahal mereka tidak pernah hadir meski sudah lebih dari dua puluh kali diundang baik oleh dinas maupun suku dinas,”
Hendro, SH, (tim kuasa hukum) menganalogikan DPRKP sebagai wasit yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun, yang berkewajiban sekaligus diberikan kewenangan berdasarkan Undang Undang Administrasi Pemerintahan dan Undang Undang Pemerintahan Daerah, untuk memastikan implementasi/penerapan peraturan perundangundangan terkait rumah susun dan P3SRS termasuk menyelesaikan segala permasalahannya dan pemberian sanksi berdasarkan asas asas umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Namun faktanya, DPRKP gagal karena sampai sekarang (lebih kurang 2 tahun) tidak ada progress sama sekali alias nol besar, bahkan permasalahan berlarut larut karena wasit (DPRKP) tidak berperan, ada pelanggaran tapi dibiarkan tanpa sanksi. Oleh karena itu, kami berharap melalui gugatan perbuatan melawan hukum ini, Majelis Hakim sebagai “wakil Tuhan” dapat berperan sebagai wasit yang menyelesaikan permasalahan ini dengan bijaksana dan objektif dan memberikan sanksi kepada yang melanggar”.
Kuasa hukum lainnya, Jimmy Rukmini SH, MH mengemukakan “menurut hasil analisa hukum yang kami lakukan, ternyata dalam perkara ini sangat sarat dengan beberapa dugaan tindak pidana namun saat ini kami masih hanya berfokus pada masalah perdatanya saja. Namun jika tidak ada itikad baik dari para Tergugat, maka tidak tertutup kemungkinan kami akan mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk mengungkapkan kebenaran agar permasalahan yang terjadi di Menara Latumeten menjadi terang benderang dan para oknum harus bertanggung jawab atas perbuatannya.”
“Hal ini selaras dengan asas ultimum remedium yang memiliki pengertian bahwa apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata ataupun hukum administrasi hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana. Jadi ya kita lihat saja itikad baik dari Para Tergugat.”
“Ini masalah waktu saja, karena kebenaran tidak dapat dibendung atau ditutupi.. kebenaran pasti terang dan bercahaya.. kalau bercahaya pasti menyinari yang gelap.. jadi kegelapan pasti terungkap.. sekali lagi ini masalah waktu saja.. sebelum terlambat, tunjukkan itikad baik..” pungkas Jimmy.
Kuasa Hukum lainnya, Effendi, SH, MH menguraikan pihak tergugat dalam perkara ini berjumlah 10 orang antara lain: AS (Tergugat I) selaku Ketua Pengurus P3SRS periode 2019 – 2021, kemudian panitia musyawarah yang telah dinyatakan cacat hukum dan diminta dilakukan pembentukan panitia musyawarah ulang sesuai ketentuan yang diatur Pergub namun tetap menyelenggarakan Rapat Umum Anggota dengan cara yang tidak sesuai ketentuan berjumlah 5 orang antara lain NM, IS, NH, JOS dan F (Tergugat II-VI), lalu TFI, KS, CK dan KF (Tergugat VII-X) selaku Ketua/Sekretaris Pengurus dan Pengawas P3SRS 2022 – 2024 yang cacat hukum sebagai hasil penyelenggaraan RUA yang tidak sesuai Pergub dan diselenggarakan oleh panitia musyawarah cacat hukum. Sedangkan Turut Tergugat I yaitu WF selaku Notaris/PPAT yang mencatatkan akta pernyataan Rapat Umum Anggota, dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta sebagai Turut Tergugat II.
Beliau juga menyampaikan telah terjadi hal menarik dari hasil persidangan perdana, khususnya dalam berita relaas panggilan Para Tergugat (10 Tergugat) semuanya kompak dikembalikan dengan alasan yang sama yaitu “ALAMAT TIDAK DIKENAL” padahal penulisan alamat pada apartemen umumnya sama, terlebih Para Tergugat merupakan tokoh di Menara Latumeten sehingga sebagian besar petugas/karyawan Menara Latumeten seharusnya mengenal Para Tergugat, bahkan berdasarkan informasi yang kami peroleh dan dapat dibuktikan serta dapat dipertanggung jawabkan satu diantaranya masih menjabat aktif sebagai ketua RT di Menara Latumeten. Kami menduga Para Tergugat sudah “mengkondisikan” atau merekayasa supaya tidak menerima surat panggilan dari Pengadilan Negeri. Kami hanya mengingatkan jangan mempermainkan hukum dan pengadilan karena terdapat sanksi bagi pelakunya. Sebenarnya ini tidak terlalu mengejutkan bagi kami, karena ini bukan pertama dilakukan mereka, disinyalir ini memang karakter sebagian dari mereka yang selalu bersembunyi atau main kucing-kucingan, sebagaimana diundang oleh instansi namun tidak pernah hadir. Ayolah jangan drama.. jangan ciptakan kebohongan demi kebohongan.. jangan sembunyi.. jangan korbankan orang lain atau memaksa orang lain untuk berbohong untuk kalian dan menanggung dosa kalian.. apalagi “playing victim.. tunjukan kalau kalian memang benar dan gentleman dengan hadir dalam persidangan…”
Sidang berikutnya telah ditetapkan tanggal 17 Oktober 2023, diharapkan Para Tergugat dan Turut Tergugat dapat menghadiri persidangan.
(Red)