JAKARTA (18/1) – Menindaklanjuti terjadinya tindak pidana konservasi sumber daya alam dalam bentuk eksploitasi biota laut dilindungi penyu hijau (Chelonia mydas) di Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang pada Desember 2021 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diwakili oleh Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Wilayah Kerja (Wilker) TWP Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan memberikan penjelasan mengenai perkembangan kasus tersebut dalam jumpa pers pada Rabu, (12/1/2022) di Sulawesi Selatan.
Dalam jumpa pers yang diselenggarakan oleh Ditreskrimsus Polda Sulsel tersebut, KKP menegaskan bahwa segala bentuk tindak pidana konservasi sumber daya alam akan diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebelumnya petugas patroli BKKPN Kupang Wilker TWP Kepulauan Kapoposang telah mengungkap kasus tangkap tangan eksploitasi penyu hijau. Sebanyak 93 kg daging penyu kering dan barang bukti berupa 1 (satu) unit mobil Datsun Go Panca, kapal motor tanpa nama dengan 2 mesin dongfeng dan jaring serta 1 (satu) unit HP Samsung dan SIM card juga dihadirkan oleh petugas.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Komang Suartana menjelaskan pelaku dapat dikenai pasal dengan ancaman kurungan 5 tahun penjara dan denda paling banyak 100.000.000 rupiah, sesuai aturan dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sementara itu, Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi menerangkan Kawasan Konservasi Nasional TWP Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya merupakan lokasi favorit penyu bertelur secara alami sepanjang tahun. Indonesia sendiri menjadi salah satu habitat bertelur 6 penyu dari 7 penyu yang ada di dunia. Status perlindungan semua jenis penyu laut di dunia telah dimasukkan dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
“Berdasarkan hasil pemantauan rutin tim Wilker TWP Kepulauan Kapoposang banyak dijumpai jenis penyu sisik, penyu hijau hingga penyu lekang yang selalu singgah untuk bertelur di pesisir pantai pulau di kawasan konservasi. Ini dikarenakan perairan Indonesia menjadi rute perpindahan (migrasi) penyu laut di persimpangan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia,” terang Imam.
Badan Konservasi Dunia atau The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan penyu sisik ke dalam daftar spesies yang sangat terancam punah sedangkan penyu hijau, penyu lekang dan penyu tempayan digolongkan sebagai terancam punah. Imam juga berharap kejadian eksploitasi biota laut dilindungi di TWP Kepulauan Kapoposang dan wilayah perairan Indonesia lainnya tidak terjadi lagi demi keberlanjutan dan kelestarian ekosistem laut.
Menanggapi hal tersebut, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Pamuji Lestari menekankan bahwa penyu adalah salah satu biota laut yang dilindungi secara nasional dan internasional, sehingga segala bentuk eksploitasi terhadap biota laut yang dilindungi sangat dilarang dan dapat dikenai sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Tari juga berharap sanksi yang diberikan dapat menimbulkan efek jera kepada pelaku.
“Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi berdasarkan beberapa peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, juga Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 526 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Perlindungan Penyu, Telur, Bagian Tubuh, dan/atau Produk Turunannya. Artinya segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya itu dilarang,” tegas Tari.
Perlindungan terhadap penyu sejalan dengan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk selalu memastikan kelestarian biota laut yang dilindungi dan keberlanjutan populasinya untuk generasi mendatang.
(Red/Slamet)