Jakarta, jejakprofil.com – Perguruan Tinggi mempunyai peran penting dan strategis dalam menangkal dan menetralisir bahaya radikalisme dan intoleransi yang tumbuh di masyarakat dengan cara memperkuat wawasan kebangsaan melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, ujar Amsori Dosen Hukum dan Politik STIH IBLAM Jakarta dalam acara Seminar Nasional dengan tema “ Pencegahan Radikalisme Bagi Mahasiswa” di UIN Ar-Raniry Aceh (Kamis, 3/12/2020)
Faham radikal dapat masuk kampus karena ada celah/ruang kosong yang tidak terhuni oleh mahasiswa atau warga kampus lainnya, hal ini karena faham radikal merupakan ide yang bisa bersemayam di kepala setiap orang.
Amsori selaku Wakil Ketua LPBH PBNU menyatakan bahwa karakteristik orang maupun kelompok yang berpaham radikal umumnya dilukiskan sebagai paham yang intoleran, fanatik berlebihan, mengklaim diri/kelompoknya paling benar, memiliki stigma buruk terhadap modernisasi, cenderung anarkis dalam memperjuangkan ideologinya, terkesan rigid dan tekstual dalam menafsirkan ayat qur’an maupun hadits.
Dalam kehidupan sehari-hari istilah radikal, hampir selalu diartikan sebagai hal yang negatif dan mencemaskan, walaupun secara akademis tidaklah selalu dimaknai seperti itu. Kata radikal diartikan bahwa segala sesuatu dicari dan dipahami hingga ke akarnya atau dasarnya. Namun peran media sering membuat istilah ini mengalami distorsi sedemikian rupa sehingga diartikan sebagai cara-cara, tindakan dan gerakan yang bersifat keras, kasar dan kejam.
Menurut Amsori yang juga selaku Direktur LBH FBR menambahkan secara terminologi bahwa radikalisme dapat dikatakan sebagai gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Disamping istilah radikalisme, juga dikenal istilah fundamentalis yang memiliki makna yang interpretable yang memang terkadang bermaksud untuk menunjuk kelompok pengembali (revivalis) dalam agama dimana kedua terminologi tersebut mengacu kepada suatu paham dimana kekerasan adalah sebagai sebuah model dalam mencapai tujuan yang hendak diperoleh berdasarkan atas isme yang mereka anut.
Ada beberapa strategi penanganan untuk menetralisir radikalisme dan terorisme di kampus. Pertama, mengembangkan pendidikan keagamaan (rohis) yang terbuka, toleran dan inklusif. Kedua, pembinaan, pengawasan dan penindakan terhadap kegiatan mahasiswa yang diduga mengarah kepada radikalisme. Ketiga, pengembangan kapasitas SDM dosen dan mahasiswa melalui pembinaan wawasan kebangsaan dan bela negara. Keempat, upaya penegakan hukum yang tegas namun tetap mengutamakan pendekatan sesuai UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yakni melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
Penulis : Redaksi
Editor : Elly