Jejakprofil.Com – Hak untuk mengasuh anak sering terjadi dalam rumah tangga. Saat suami dan istri melakukan perceraian selalu timbul siapa yang berhak dalam mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka.
Wakil Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Propinsi Bali, Eka Shanti Indra Dewi mengatakan, untuk menyelesaikan perselisihan soal hak asuh anak, pihaknya sering melibatkan kedua belah pihak (Suami-Istri).
“Ya, kami dalam memediasi perselsihan soal hak asuh anak, biasanya kami libatkan Suami dan Istri yang statusnya bercerai itu untuk mencapai satu kesepakatan teknis pengasuhan anak,” jelas Eko Shanti di Bali belum lama ini.
Ia menegaskan bahwa hak kuasa pengasuhan anak sudah tertuang dalam pasal 41 UU No. 1 tahun 1974 yang menyebutkan baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak.
“Jadi semua sudah diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 pasal 41 mengenai Hak Asuh Anak. Jadi bila anak masih di bawah umur pasti membutuhkan asuhan dari ibunya, maka otomatis ibunya yang paling berhak mendapatkan hak mengasuh anak-anaknya,” bebernya.
Ketika ditanya, jika pengadilan memutuskan hak asuh di Ibu nya sementara sang ayah tidak Mengindahkan keputusan pengadilan, kira-kira langkah apa yang harus di tempuh oleh sang Ibu? Eka Shanti Indra Dewi menjawab: Jika kemudian sang ibu merasa haknya terzolimi dan dihalang-halangi untuk mendapat haknya oleh si ayah, ada beberapa cara yang bisa ditempuh si ibu.
“Pertama, Jika hak seorang ibu dihalangi suaminya maka dia segera melaporkan hal tersebut kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) setempat untuk bisa dilakukan mediasi. Kedua, Kelemahan aturan hukum kita memang karena tidak mengatur soal eksekusi anak, sehingga langkah yang perlu ditempuh adalah mediasi,” papar Eka.
“Meskipun hak asuhanak berada di salah satu pihak, itu juga tidak menghilangkan hak anak utk mendapatkan kasih sayang dan pengasuhan dari pihak yang lain,” sambung dia.
Dalam proses mediasi ini, menurut Eka Shanti, sebetulnya bisa dijadikan jalan untuk kedua orang tua mengatur pengasuhan anak-anaknya dengan adil.
“Hanya saja proses ini menjadi sulit akibat terdapat ego masing-masing pihak dan akhirnya melupakan prinsip dasar kepentingan terbaik untuk anak-anak mereka,” tutupnya. (Sapto/Red)