Beranda / Nasional / URGENSI REDEFINISI PROFESI APOTEKER DALAM TRANSFORMASI SISTEM KESEHATAN INDONESIA

URGENSI REDEFINISI PROFESI APOTEKER DALAM TRANSFORMASI SISTEM KESEHATAN INDONESIA

Share:

Oleh: Apt. Ismail
Presidium Nasional Farmasis Indonesia Bersatu (FIB)

Di tengah sistem kesehatan yang semakin kompleks, Apoteker punya peran krusial, yaitu untuk memastikan obat digunakan secara aman, rasional, dan bermutu. Tapi ironisnya, sampai hari ini, profesi Apoteker di Indonesia masih belum punya definisi yang layak dalam regulasi nasional. Ini bukan soal kekurangan administratif semata—ini namun soal fondasi konseptual yang rapuh dalam memandang peran Apoteker di masyarakat. Kelalaian konseptual ini berdampak langsung pada kebijakan, tata kelola pelayanan kesehatan, serta nasib keselamatan jutaan pasien.

*DEFINISI APOTEKER, LEBIH DARI SEKADAR GELAR*
Definisi resmi yang dipakai saat ini, sejak tahun 1990 hingga yang terbaru di tahun 2024, hanya berbunyi:
“Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.”
(PP No. 41/1990, PP No. 51/2009, PMK No. 17/2024).

Definisi ini hanya fokus pada status administratif akademik, status lulus dan bersumpah. Tidak ada penyebutan tentang peran sosial, tanggung jawab etik, ataupun keahlian ilmiah yang seharusnya melekat pada seorang profesional.

Padahal, di banyak negara maju, profesi didefinisikan dari fungsi sosial dan kompetensi, bukan sekadar status kelulusan. Michael Eraut, pakar pendidikan profesi, menyatakan bahwa pengetahuan profesional harus terintegrasi dengan tanggung jawab etis, kemampuan menilai, dan penerapan di dunia nyata. Jadi, menjadi Apoteker bukan cuma soal ijazah, tapi bagaimana ia menjalankan tanggung jawab profesi dengan ilmu, akal sehat, dan hati nurani.

*APOTEKER ADALAH PENJAGA RASIONALITAS PENGOBATAN*
WHO menyebut Apoteker sebagai “The essential link between prescribers and patients”, yang menjamin rasionalitas pengobatan dan mencegah bahaya akibat penyalahgunaan obat. Sementara itu, Zaheer-Ud-Din Babar, penulis Pharmacy Practice in Developing Countries, menyoroti bahwa ketidakjelasan definisi profesi Apoteker di banyak negara berkembang menjadi penyebab utama lemahnya kebijakan dan praktik farmasi yang tidak merata.

*KONSEKUENSI DEFINISI APOTEKER YANG KABUR*
Tanpa definisi yang kuat, posisi Apoteker kerap disejajarkan dengan tenaga teknis, padahal tanggung jawabnya jauh lebih besar. Akibatnya, banyak kebijakan menjadi bias, layanan kefarmasian kehilangan arah, dan pasien menjadi pihak yang paling dirugikan. Hal ini menunjukkan bahwa definisi profesi yang kabur bukan cuma masalah konsep, tapi juga berdampak langsung pada kualitas layanan kesehatan yang diterima masyarakat.

Tanpa pijakan normatif yang kuat, masyarakat juga kehilangan akses terhadap praktik kefarmasian yang aman dan bertanggung jawab. Dengan hadirnya UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang membawa semangat transformasi sistem kesehatan nasional, sudah waktunya kita membenahi fondasi profesi tenaga kesehatan—termasuk Apoteker.

*USULAN FIB: DEFINISI BARU PROFESI APOTEKER*
Kami dari FIB mengusulkan agar definisi Apoteker dalam regulasi nasional diperbarui menjadi:

“Apoteker adalah tenaga kesehatan profesional yang memiliki kompetensi keilmuan, keterampilan, akuntabilitas etik, dan otoritas legal dalam bidang farmasi, yang menyelenggarakan praktik kefarmasian secara profesional, mandiri maupun kolaboratif, guna menjamin mutu, keamanan, kemanfaatan, dan rasionalitas penggunaan sediaan farmasi, sesuai dengan standar profesi, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Definisi ini mencerminkan empat pilar profesi: keilmuan, etika, legalitas, dan fungsi sosial. Ini bukan sekadar perubahan redaksi, tapi langkah strategis untuk memperkuat posisi Apoteker dalam sistem kesehatan nasional.

*SAATNYA NEGARA HADIR*
Mendefinisikan profesi bukan soal administrasi belaka. Ini adalah tindakan politik dan etis yang akan menentukan arah pendidikan, regulasi, dan kualitas layanan publik. Menegaskan siapa itu Apoteker berarti menjamin keselamatan pasien, memperkuat kualitas terapi, dan membangun sistem kesehatan yang lebih adil dan berorientasi pada manusia.

Sudah waktunya negara hadir dan memberi makna yang utuh pada profesi Apoteker—bukan hanya sebagai lulusan pendidikan farmasi, tapi sebagai penjaga integritas dan rasionalitas dalam penggunaan obat di Indonesia.

(Red/Slamet)

Lihat Juga

Kunjungi Kantah Kabupaten Kulon Progo, Wamen Ossy Sosialisasikan Langsung Keunggulan Sertipikat Elektronik ke Masyarakat

Kabupaten Kulon Progo – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *