Solo – Para pelaku koperasi di Indonesia menyampaikan masukan dan aspirasi untuk menyempurnakan draf UU Perkoperasian yang baru pengganti UU Nomor 25/1992 tentang Koperasi yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kemajuan zaman sekarang ini.
Ketua KSP Kopdit Esthi Manunggal Alexander Daryanto menyampaikan harapan dengan adanya UU yang baru maka koperasi bisa tertata lebih baik lagi. Misalnya saja koperasi papan nama bisa benar-benar ditertibkan.
“Dan bagi koperasi yang benar-benar konsekuen menjalankan prinsip koperasi, bisa lebih eksis lagi dalam melayani kebutuhan masyarakat,” kata Alexander, pada acara Pengumpulan Aspirasi dan Sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian, di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (31/8).
Menurut Alexander, yang harus diperkuat, selain terkait kelembagaan koperasi, juga menyangkut investasi. Dimana KSP Kopdit Esthi Manunggal yang berdiri pada 2001 dan beranggotakan sekitar 3.500 orang, memiliki permodalan 80 persen dari luar (anggota koperasi), bukan dari lembaganya.
“Saya berharap UU Perkoperasian yang baru mampu mengatur modal dari lembaga, sehingga koperasi semakin kuat. Jadi, kalau ada permasalahan modal, bisa mengatasi dengan baik,” kata Alexander.
Dalam arti, ia berharap besaran penyertaan modal tersebut diatur secara jelas dalam UU. “Saya meyakini, dengan adanya payung hukum yang baru ini, langkah koperasi semakin mantap dalam perekonomian nasional,” kata Alexander.
Sementara Ketua Koperasi Trangsan Manunggal Jaya Suparji menjelaskan koperasi yang dipimpinnya berdiri pada 2007 di Desa Trangsan, Sukaharjo, Jawa Tengah, dan bergerak di sektor produksi dan pemasaran produk furnitur (rotan) orientasi ekspor sangat memerlukan payung hukum yang relevan untuk mendukung bisnis koperasinya.
Dia berharap, dengan segera lahirnya UU Perkoperasian yang baru, maka akan mempermudah langkah-langkah koperasi produksi untuk melakukan ekspansi usaha. “Agar koperasi dapat kesempatan lebih terkait pembiayaan. Terlebih lagi, produk furnitur kami kami sudah ekspor ke AS, Eropa, Australia, Korsel, Jepang, hingga Uni Emirat Arab,” ucap Suparji.
Intinya, Suparji berharap ada kemudahan pembiayaan bagi koperasi sektor riil. “Memang, sudah ada lembaga pembiayaan khusus koperasi, yakni LPDB-KUMKM. Namun, saya merasa sulit mengaksesnya,” kata Suparji.
Suparji menegaskan bahwa koperasi sektor riil lebih memerlukan pembiayaan ringan untuk operasionalnya. “Harusnya, LPDB-KUMKM datang dan melihat ke lapangan. Sehingga, bisa melihat potensi yang dimiliki koperasi sektor riil,” kata Suparji.
Padahal, menurut Suparji, koperasi sektor riil harus didukung pembiayaan yang kuat dan murah. “Karena, memang butuh untuk investasi peralatan, produksi, dan lain-lain,” ungkap Suparji.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua I Bidang Operasional Koperasi Jasa Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Tanjung Mas Semarang Ronal Nainggolan meminta aturan baru itu agar mempertahankan hal yang sudah baik. Bahkan, lebih diperkuat lagi.
“Dengan adanya payung hukum yang baru ini, saya berharap eksistensi kita bisa lebih kuat. Saya juga ingin agar pemerintah bisa berpihak kepada rakyatnya, melalui UU Perkoperasian,” kata Ronal.
(Red)
Sumber :
*Humas Kementerian Koperasi dan UKM*
*Medsos resmi: @Kemenkopukm*