JAKARTA, (21/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusung sejumlah strategi untuk memastikan sektor perikanan aman dari ancaman resesi global. Di antaranya dengan mengoptimalkan pasar perikanan domestik dan menjalin kerja sama dengan negara-negara lain yang berpeluang menjadi pengimpor produk perikanan Indonesia.
FOTO: Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto (kedua dari kiri) bersama Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP KKP Erwin Dwiyana (paling kiri), Direktur Pengembangan dan Pengendalian Usaha ID Food Dirgayuza (tengah), Asistance Vice President Goverment Program, Division of Small Business and Program BNI Chandra Bagus Sulistyo (kedua kiri), dan – Chief Sustainability Officer Aruna Utari Octavianty (paling kanan) dalam Talkshow Bincang Bahari di Media Center KKP, Jakarta, Selasa (21/2/2023). Talkshow rutin yang digelar KKP itu mengupas peta sektor kelautan dan perikanan di tengah isu resesi.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menerangkan, strategi penguatan pasar di dalam maupun luar negeri sangat diperlukan untuk menjaga sektor perikanan tetap menggeliat bahkan terus tumbuh meski situasi global tengah sulit akibat berbagai faktor.
“Tahun ini memang penuh tantangan dan ketidakpastian, untuk itu kami di KKP sesuai arahan Pak Menteri, menyiapkan strategi-strategi khusus untuk memastikan sektor perikanan tetap aman bahkan bisa tumbuh,” ungkap Doni Ismanto dalam talkshow Bincang Bahari mengupas Peta Sektor Kelautan dan Perikanan di Tengah Ancaman Resesi yang berlangsung secara hybrid dari Media Center KKP di Jakarta, Selasa (21/2/2023).
Direktur Pemasaran Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Erwin Dwiyana menambahkan, berdasarkan data BPS penyerapan produk perikanan di pasar domestik menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir. Tahun 2022 sebanyak 12,66 juta ton dan tahun 2022 tumbuh menjadi 13,11 juta ton. Komoditas utama yang paling diincar masyarakat adalah tilapia, lele dan bandeng untuk perikanan budidaya, serta tongkol-tuna-cakalang, kembung, dan teri untuk produk perikanan tangkap.
“Kalau kita melihat peluang, ketika resesi mungkin terjadi di beberapa negara utama, maka kita harus melirik pasar dalam negeri. penyerapan produk perikanan dalam negeri terus meningkat, dan resesi (kemungkinan) tidak terjadilah di Indonesia,” ungkap Erwin sebagai narasumber dalam talkshow tersebut.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 diproyeksikan mengalami penurunan hampir di seluruh negara. Inflasi tinggi juga terjadi di negara-negara tujuan ekspor perikanan Indonesia yakni Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa.
Kondisi tersebut menurutnya menjadi tantangan tersendiri pada sektor perikanan. Namun dia meminta masyarakat tidak khawatir karena Indonesia memiliki banyak produk perikanan yang dapat ditawarkan di pasar lokal maupun internasional.
“Dari seluruh komoditas perikanan dunia, Indonesia hampir memiliki semua spesies. Jadi ini menggambarkan bagaimana kita punya comparative advantage. Kemudian ketika ada masalah di pasar tujuan utama, yang bisa kita lakukan adalah bagaimana membuka pasar baru seperti Australia yang cenderung meningkat (permintaannya). Ada juga Korea Selatan, dan Arab Saudi dengan captive market jamaah haji. Mudah-mudahan April kita bisa ekspor untuk memenuhi katering haji jamaah Indonesia,” papar Erwin.
Direktur Pengembangan dan Pengendalian Usaha ID Food Dirgayuza menilai ancaman resesi global diakuinya turut membawa peluang khususnya bagi pengembangan sektor perikanan di dalam negeri. Permintaan yang tinggi produk perikanan dalam dua tahun terakhir harus mampu dimanfaatkan pelaku usaha.
Untuk itulah, ID Food melalui anak usahanya melakukan inovasi-inovasi dalam memasarkan produk perikanan ke tengah konsumen. Dengan mengedepankan teknologi, pihaknya memudahkan masyarakat membeli produk perikanan dan menjamin produk yang dijual berkualitas tinggi.
“Ada beberapa tantangan yang dihadapi di tahun ini, resesi salah satunya. Ada juga tantangan regulasi atau perubahan regulasi, dorongan regulasi ke hilirisasi produk ekspor, perubahan iklim, pandemi untuk komoditas khususnya perikanan budidaya seperti udang. Kemudian tantangan pembiayaan dan adanya perang. Enam ini adalah perfect storm bagi pelaku usaha. Tapi dalam menghadapi tantangan tentu ada peluang,” akunya.
Pembiayaan atau permodalan memang menjadi bagian penting dalam menjalankan usaha khususnya bagi pelaku usaha skala mikro kecil dan menengah (UMKM). Untuk UMKM sektor perikanan, selain bantuan permodalan yang diberikan oleh KKP melalui LPMUKP, ada juga uluran perbankan.
Asistance Vice President Goverment Program, Division of Small Business and Program BNI Chandra Bagus Sulistyo menjelaskan, pihaknya menyiapkan tiga strategi untuk menjaga geliat ekonomi nasional di tengah ancaman resesi melalui ekstensi UMKM. Mulai dari membangun ekosistem, klasterisasi KUR, serta digitalisasi.
“Kontribusi di semua sektor usaha didominasi oleh UMKM menjadi mesin penggerak dan sebagian besar PDB disumbang UMKM salah satunya di sektor perikanan. Produktivitas perikanan cukup bagus, hanya di bawah China. Nilai ekspor kita tinggi di perikanan, negara tujuan beragam dan berbagai macam produk kita ekspor, ini potensi yang harus terus kita kembangkan, meski saat ini kita mendapat ancaman resesi,” urainya.
Sementara itu Chief Sustainability Officer Aruna Utari Octavianty mengakui pentingnya melakukan optimalisasi pasar perikanan dalam negeri di tengah ancaman resisi saat ini. Hal ini untuk menghindari kerugiaan akibat penerimaan dan pembayaran yang lebih lama dari negara tujuan ekspor.
“Karena permasalah ekonomi global membuat banyak negara memindahkan resiko mereka kepada negara yang melakukan ekspor. Negara-negara yang terlibat konflik atau perang kemudian berpengaruh pada suku bunga negara meraka, mereka pasti akan berhati-hati menggunakan dana atau uang yang berputar. Untuk memindahkan resiko itu mereka memberikan resiko untuk menampung barang-barang lebih lama dan membayar lebih lama itu dipindahkan kepada para suplier, salah satunya perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor. Ini tentu kan menjadi hal yang beresiko dan berbahaya sehingga perusahaan Indonesia harus lebih selektif dalam memilih mencari pembeli. Itulah kenapa perlu menciptakan demand atau kebutunan konsumsi ikan di negara sendiri itu menjadi hal yang menarik,” pungkasnya.
(Red)