JAKARTA, (20/1) – Menteri Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Kawasan Konservasi Kolepom melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2023 tentang Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Pulau Kolepom Provinsi Papua Selatan pada 5 Januari 2023. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung salah satu dari lima program prioritas pembangunan berbasis ekonomi biru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yakni memperluas wilayah konservasi dengan target 30 persen dari total luas laut Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo menyampaikan untuk mendukung target tersebut, Ditjen PRL melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PRL telah melakukan langkah-langkah pendampingan kepada Pemerintah Provinsi Papua sehingga dapat mendorong penetapan usulan Kawasan Konservasi di Pulau Kolepom oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Luas total kawasan konservasi di Perairan Kolepom sebesar 356.337,90 hektare dengan 3 zona pembagian yaitu zona inti seluas 35.458,27 hektare, zona pemanfaatan terbatas seluas 286.572,61 hektare dan zona lain sesuai peruntukan kawasan seluas 34.307,02 hektare,” terang Victor.
Lebih lanjut Victor juga menjelaskan, zona lain sesuai peruntukan kawasan terbagi lagi menjadi zona jalur alur lintas kapal seluas 27.638,99 hektare dan zona religi/situs budaya dengan luas 6.668,03 hektare. Sementara itu, target kawasan konservasi Kolepom yakni habitat ikan kakap putih, ikan gulama, pari gergaji, dan udang penaeid,” lanjutnya.
Pulau Kolepom sendiri merupakan pulau terluar Indonesia yang berada dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718. Pulau ini juga dikenal sebagai Pulau Yos Sudarso untuk mengenang Komodor Yos Sudarso yang gugur di atas KRI Macan Tutul dalam peristiwa pertempuran Laut Aru tanggal 15 Januari 1962.
Sementara itu, Kepala LPSPL Sorong Santoso Budi Widiarto menyampaikan bahwa kawasan konservasi di Perairan Kolepom telah diinisiasi sejak tahun 2015 hingga tahun 2019 Gubernur Papua menerbitkan SK Pencadangan Kawasan Konservasi tersebut. Di tahun yang sama, proses menuju penetapan ini didukung oleh program UNDP-ATSEA II dalam mereview rencana zonasi, pelaksanaan survei-survei, rapat kelompok kerja, konsultasi publik hingga pertemuan teknis lainnya.
“Dengan disahkannya Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Pengelolaan Taman di Perairan di Wilayah Pulau Kolepom ini akan dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemerintah Provinsi Papua Selatan. Langkah awal yang perlu dilakukan oleh DKP Papua Selatan yakni sosialisasi penetapan kawasan konservasi, pembentukan Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) dan menyusun rencana pengelolaan kawasan konservasi sesuai amanat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2020,” urai Santoso.
Santoso juga berharap pengelolaan kawasan konservasi di Wilayah Pulau Kolepom dapat dikelola secara berkelanjutan agar kawasan konservasi memberi manfaat dan berperan sebagai sumber ketahanan pangan. Menurutnya, saat ini status pengelolaan 79 kawasan konservasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai petunjuk Evika (Evaluasi Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi) per Agustus 2022, menunjukkan bahwa 59,49 persen dikelola minimum (nilai EVIKA 0- 50 persen), 39,25 persen dikelola optimum (nilai EVIKA >50–85%) dan 1,27 persen dikelola berkelanjutan (nilai EVIKA > 85%).
Sejalan dengan kebijakan KKP yang ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di berbagai forum global, konservasi di wilayah laut menjadi salah satu strategi andalan Indonesia dalam memulihkan kelautan dan ekosistem perairan. Melalui strategi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pusat ekonomi baru berbasis pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan.
(Red)