Jejakprofil.Com – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menaikan tarif ojek online (Ojol) disamping berupaya melakukan berbagai kebijakan untuk menjaga inflasi tetap rendah, mulai dari menjaga subsidi BBM hingga subsidi pangan. Hal itu dilakukan agar pemulihan ekonomi tetap terjaga.
Menanggapi itu, Ekonom Nasional, M. Faisal Sabki, SE menegaskan,kenaikan tarif ojol dapat memicu inflasi. Maka itu, Faisal meminta kepada pemerintah agar lebih dulu mempertimbangkan berbagai aspek dari kebijakan tersebut.
“Menaikkan tarif ojol dapat memicu inflasi, maka saya minta pemerintah agar mempertimbangkan berbagai aspek atau sisi lain dari kebijakannya tersebut,” kata Faisal dalam keterangan tertulisnya diterima Jejakprofil.Com, Jumat (12/8/2022).
Kenaikan Ojol menurut Faisal, selain akan mengerek inflasi, juga akan mendorong masyarakat pengguna ojol ke moda transportasi lain atau bahkan kendaraan pribadi.
“Pengguna ojol pasti beralih ke moda transportasi lain. Jika menggunakan kendaraan pribadi, maka akan menambah kemacetan dan kerugian ekonomi akan bertambah,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Ketua Umum Patriot Garuda Nasional (Patra 08) ini menjelaskan, transportasi online, termasuk ojek online, adalah multisided-market dimana ada banyak jenis konsumen yang dilayani oleh sebuah platform. Sehingga, seharusnya yang dilihat bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen atau penumpang.
“Ya, secara hukum ekonomi, bila dilihat dari sisi konsumen yang terjadi adalah penumpang akan ada penurunan permintaan. Sudah pasti mitra driver yang akan rugi karena secara total pendapatan akan menurun. Maka hal ini kontradiktif dengan kesejahteraan mitra driver yang ingin dicapai dengan adanya perubahan tarif ini,” paparnya.
Faisal memperkirakan, kenaikan tarif Ojol akan berdampak pada berbagai aspek ekonomi. Salah satunya yaitu dapat memicu inflasi tinggi. Oleh karena itu, dirinya berharap, agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan untuk menaikkan tarif ojol.
“Biaya transportasi yang kemungkinan meningkat bisa menyebabkan inflasi secara umum.
Inflasi transportasi per Juli 2022 sudah cukup tinggi, di mana secara tahunan sudah di level 6,65 persen, tertinggi kedua setelah makanan, minuman, dan tembakau,” bebernya.
Menurut Faisal, kenaikan biaya transportasi juga bisa mendatangkan multiplier effect lain, yaitu membebani usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Misalnya, industri makanan-minuman di skala UMKM yang bisa menaikkan harga. Pasalnya penggunaan transportasi ojol ini sudah menjadi moda transportasi sehari-hari yang banyak digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun usaha,” jelasnya.
Kenaikan biaya hidup tersebut, kata Faisal, ujung-ujungnya dapat menurunkan daya beli masyarakat. Terlebih, rata-rata kenaikan upah minimum nasional tahun 2022 ini hanya berkisar di angka 1,09 persen, tidak dapat menutup potensi kenaikan inflasi.
“Jadi saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif ojek online ini dan melihat sebesar besar elastisitas dari produk atau layanan. Jangan juga, kebijakan ini menimbulkan perang harga antar platform yang akan membuat industri tidak sehat,” ujarnya.
(JP/AR)