Jakarta – M. Rafik Perkasa Alamsyah Pengamat Perikanan dan Kelautan (Industri Bahari) yang juga Ketua Umum Aliansi Masyarakat untuk Nawacita (Al Maun) menilai, Presiden Jokowi masih sangat lemah dalam pengembangan industri dan wisata bahari. Dimana dalam evaluasi 2 tahun dan akhir 2021 roda pemerintahan belum mengoptimalkan potensi perikanan dan kelautan, pesisir pantai dan pariwisata bahari.
“Dalam hal politik, pemerintahan, hukum, ekonomi, sosial budaya dan penanganan Covid-19, Pemerintahan Jokowi sudah cukup berhasil. Namun, ada yang terlupakan yakni optimalisasi potensi industri dan wisata bahari belum tergarap maksimal. Ini catatan akhir tahun 2021, agar kedepan ditingkatkan,” kata Rafik sapaan akrabnya, kepada Syafrudin Budiman wartawan senior, Kamis (16/12/2021) di Jakarta.
Menurutnya, Indonesia adalah negara maritim yang dikenal di dunia dengan memiliki wilayah laut yang sangat luas. Bahkan, catatan sejarah bangsa Indonesia dalam kelautan telah terukir sejak berdirinya kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan diteruskan Kesultanan Islam di nusantara.
Tentu saat ini di bawah Presiden Jokowi pada dua periode ini Indonesia harus menjadi tujuan pelaut dan wisatasan asing agar beraktivitas bisnis dan perdagangan. Laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman Indonesia kurang lebih 2,7 juta kilometer persegi dan sekitar 70 persen wilayah Indonesia adalah kelautan. Dibandingkan luas daratan sekitar 1,9 juta kilometer persegi.
“Indonesia juga memiliki Zona Ekonomi Eksklusif lndonesia (ZEEI) seluas 3,1 kilometer persegi. Dimana wilayah kelautan sangatlah luas sekali dengan 17.000 pulau besar dan pulau kecil. Hal ini menjadi modal penguatan industri dan wisata bahari, yang juga diapit dua benua,” jelas Rafik yang juga politisi muda Partai Golkar ini.
Katanya, program Tol Laut Presiden Jokowi belum berjalan secara maksimal, dimana jalur antar pulau masih sangat lambat dalam perjalanannya. Seharusnya, Menteri Perhubungan bisa bergerak cepat di sisa 2,5 tahun lagi Pemerintahan Jokowi, agar mempermudah jalur distribusi dan wisata.
“Cita-cita Indonesia Poros Maritim Dunia sesuai Visi Indonesia Maju Jokowi-KH Ma’ruf Amin bisa menjadi terhambat, apabila tidak dilakukan akselerasi dan penguatan kemaritiman. Perlu juga dibangun Industri-industri perikanan di daerah kelautan dan perlu dibukanya akses wisata bahari oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf). Agar menguatkan perekenomian paska pandemi Covid-19,” terang Rafik pria asal tanah Minang, Sumatera Barat ini.
Sudah ada lima pilar Poros Maritim Dunia yang dari Presiden Jokowi. Pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Kedua, komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Ketiga, komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Keempat, diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan; dan kelima, sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim.
“Sektor maritim belum berjalan secara optimal, karena masih fokus pada bidang perikanan saja tangkap dan jual. Padahal pembangunan pabrik-pabrik industri pengelohan ikan membuat harga tangkapan memiliki nilai tambah berlipat. Bahkan ada juga potensi ekonomi pariwisata bahari, jasa perhubungan, serta energi minyak dan gas bumi yang perlu dikuatkan,” kritiknya.
Penguatan SDM Kelautan dan Optimalisasi Wisata Bahari Indonesia
Menurut Rafik, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga dinilai kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di bidang perhubungan kelautan. Dahulu kata Rafik, kita memiliki Sekolah Pelayaran warisan Soekarno, baik Akademi Ilmu Pelayaran Ancol atau sekarang Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran di Marunda.
“Untuk itu dibutuhkan SDM-SDM unggul di bidang maritim, agar Indonesia terwujud menjadi Poros Maritim Dunia. Meningkatkan ekonomi maritim menjadi salah satu goal yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia,” tegasnya.
Katanya juga, peningkatan kelautan bisa tercapai apabila penguatan industri bahari dan ekplorasi potensi wisata bahari dimaksimalkan. Keanekaragaman hayati laut yang tinggi, pesisir laut yang ideal dan strategis, serta iklim tropis yang hangat. Bahkan, adanya matahari bersinar tiap hari bisa menjadi branding mahal bagi para wisatawan (baik lokal maupun asing) agar mengunjungi wisata bahari di nusantara ini.
“Faktanya saat ini, meskipun sudah memiliki ribuan pulau dengan sumber daya alam bahari yang indah, tidak menjamin sebuah negara untuk mendapat keuntungan banyak dari bisnis pariwisata maritim. Jika dalam pengelolaan industri bahari dan wisata bahari tidak ditingkatkan,” ungkapnya.
Buktinya kata Rafik, di sektor wisata Indonesia hanya dapat menyumbang devisa negara sebesar 10 persen atau setara dengan US$1 miliar. Padahal ini kalah dengan negara Malaysia yang meraih 40 persen devisa atau senilai US$8 miliar.
“Kekayaan alam bawah laut Indonesia cukup mumpuni jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, atau pun negara Asia Tenggara yang lain. Apalagi Indonesia ada 33 destinasi utama penyelaman dengan lebih dari 400 operator. Sedangkan Malaysia cuma. Ada 11 destinasi dan sekitar 130 operator,” herannya.
Untuk itu kata Rafik, agar target hasil pembangunan (kinerja) pariwisata bahari Indonesia bisa optimal, kinerja Kemenperaf, Kemenhub dan KKP harus bisa sinergi. Supaya pariwisata bahari Indonesia jauh lebih meningkat daripada negara-negara tetangga, dengan potensi yang lebih kecil, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
“Ketimpangan potensi wisata bahari yang seharusnya menjadi peluang dan menghasilkan pundi-pundi rupiah daripada negara-negara tetangga. Untunk itu problematika ini harus dihadapi dengan proses pembenahan, pengembangan dan pengelolaan wisata bahari agar lebih baik,” pungkas Korwil DPD Bapera Sumatera Barat ini. (red)
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP