Beranda / JP News / Karena PSBBP, May Day 2020 Disambut Suram, LeCI: Sebaiknya Pemerintah Cabut PP 78 tahun 2015

Karena PSBBP, May Day 2020 Disambut Suram, LeCI: Sebaiknya Pemerintah Cabut PP 78 tahun 2015

Share:

Jehakprofil.Com – Jumlah pekerja yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK) karena wabah virus corona sudah mencapai lebih dari dua juta orang. Hari Buruh yang jatuh pada Jumat (1/5/2020) kemarin pun disambut dengan suram oleh para buruh yang kehilangan pekerjaan dan tidak dapat menyuarakan aspirasinya ke jalan karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Direktur Legal Culture Institute (LeCI), M Rizqi Azmi menyayangkan nasib kaum buruh yang dari tahun ke tahun tak kunjung perubahan. Padahal, lanjut Rizqi, mereka sangat menginginkan kesejaahteraan dan kelayakan hidup.

“Cuba kita bayangkan, setiap peringatan May Day, buruh selalu turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi seputan upah dan kesejahteraan hidup yang layak. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan tuntutan mereka. Kali ini buruh tidak bisa menyuarakan aspirasi mereka dengan menurunkan massa dalam jumlah besar karena ada penetapan PSBB,” tulis Rizqi dalam keterangannya diterima Jejakprofil.Com, Sabtu (2/4/2020).

Menurut Rizqi, para pekerja buruh kian terpuruk, apalagi ditengah pandemi Covid 19. Sejatinya, kata dia, pemerintah tidak perlu mengabaikan pernmintaan mereka. Pasalnya, mereka adalah rakyat Indonesia yang termasuk keluarga kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Sebenarnya dalam pemerintahan Presiden Jokowi ini para buruh berharap agar mendapat perhatian dan perlindungan. Namun sangat disesalkan saat peringatan May Day pada kepemimpinan Jokowi periode pertama ia hanya melahirkan PP No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, selanjutnya juga memberikan kemudahan kepada pengusaha dalam paket kebijakan ekonomi Jilid 1 – 3 tentang penurunan tarif listrik, Gas untuk industri dan bantuan untuk tidak me-PHK an pekerja. Namun pada paket kebijakan Ekonomi Jilid IV senada dengan PP 78, pemerintah mengatur pengupahan sebatas inflasi sehingga upah minimum berdasarkan kemampuan daerah ter-eliminasi yang semuanya itu dianggap sebagai kado penyambutan May Day,” ulasnya.

Rizqi Meminta kepada Presiden untuk mencabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan karena dinilai bertentangan dengan HAM dan Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip Ketenagakerjaan yang telah di ratifikasi Indonesia mulai dari prinsip kebebasan berorganisasi dan perundingan yang efektif secara bersama-sama (Tripartid; pengusaha, pekerja dan pemerintah) dalam konvensi ILO 87 dan 98.

“Kami minta agar Presiden Jokowi bisa mencabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan karena dinilai bertentangan dengan HAM dan Deklarasi ILO. Karena ILO telah mendefinisikan penetapan upah minimum bahwa harus melalui proses negosiasi tripartit antara serikat buruh, organisasi pengusaha (Apindo di Indonesia) dan pemerintah,” terangnya.

Hasil dari Dewan Pengupahan Tripartit inilah, Menurut Rizqi, yang sejatinya dijadikan dasar secara kompromi setelah melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) ke pasar. Sementara PP 78 ini mengeliminasi dengan menetapkan pengupahan berdasarkan inflasi ekonomi.

“Tanpak Pemerintahan selalu berpihak pada pengusaha dengan dalih Investasi untuk pertumbuhan ekonomi, sementara komponen investasi tidak bisa hidup sendiri tanpa konsumsi yang didasari pengupahan yang layak bagi pekerja sama halnya dengan kenaikan dan tunjungan PNS untuk memutar roda perekonomian,” tandasnya.

Lebih lanjut, Praktisi Hukum ini mengungkapkan bahwa saat ini PP 78 tahun 2015 sudah tidak relevan dengan kebutuhan industri dan tenaga kerja dan sangat bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian, dan Pasal 28D ayat (2) “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

“Saya kira PP 78 tahun 2015 sudah tidak relevan dalam kehidupan perburuhan sekarang, apalagi diperlakukan PSBB yang otomatis merenggut nyawa industri dan bisa di pastikan upah pekerja akan rendah diakibatkan pertumbuhan ekonomi yang lemah sehingga timbul ketidak adilan dan kehilangan Haknya sebagai pekerja dikarenakan PHK.jadi momen PSBB ini menjadi keputusan terbaik presiden menghapus PP tersebut agar tidak banyak korban PHK,” tegasnya.

(Arum)

Lihat Juga

Sidang Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).

GTRA Bahas Penetapan Lahan untuk Reforma Agraria Kota Palangka Raya

Palangka Raya, Jejakprofil.com – Pemerintah Kota Palangka Raya bersama Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya menggelar …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *