Jejakprofil.Com – Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 405,1 triliun di dalam APBN 2020 untuk membantu mengatasi persoalan perekonomian sebagai dampak pandemi Covid-19.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKAN mengawasi pengalokasian anggaran tersebut.
Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan ada empat celah korupsi yang perlu diwaspadai dalam penanganan Covid-19.
Mengkritisi Penyataan Ketua KPK tersebut, Direktur Legal Culture Institute (LeCI), M Rizqi Azmi mengatakan ada empat poin yang perlu dikritis dalam kebijakan pengawalan anggaran Covid 19.
Yang pertama, Peraturan perundang – undangan terkait penanganan covid 19. Rizqi menilai sejak awal sudah menorehkan permasalahan yang akut. Seperti, kata dia, penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berefek pada kelimpungan dan kepanikan pemerintah mencari anggaran dan lahirlah perppu no 1 tahun 2020 terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
“Pada pasal 27 banyak keanehan diantaranya pemerintah mengklaim segala dana yang di keluarkan dalam klausulanya bukan kerugian negara berarti bisa di analisa ada sesuatu hal yang di tutupi, pejabat nya mulai dari KSSK, BI, OJK dan LPS tidak bisa di gugat perdata dan di tuntut pidana, pertanyaan kemudian muncul sejak kapan ada klausula kebijakan tanpa ada sanksi, selanjutnya dalam administrasi negara mereka tidak mau di jegal sehingga timbul klausula tidak bisa di PTUN alias kebijakannya tidak boleh ada yang menggangu. Beberapa indikasi tersebut sarat abuse of power sebagai indikasi korupsi. Memungkinkan terjadinya bail out jilid 3,”papar Rizqi dalam keterangannya diterima Jejakprofil.Com, Sabtu (2/5/2020).
Kedua, Terkait pernyataan firli Bahuri, sebenarnya sederhana, KPK juga jangan sebatas pencitraan semata karena dalam UU tipikor belum ada pasal hukuman mati.
“Belum ada hukuman mata, namun yang ada hanya seumur hidup atau 20 tahun penjara sehingga hal ini menimbulkan keringkihan berfikir KPK meloncati delik hukum pidana yang ada di KUHP. Cukup KPK membuktikan diri, apakah mampu mengawasi dana yang berseliweran untuk covid 19 dan di perlukan ketegasan dan kecekatan pimpinan KPK berkoordinasi tidak hanya di pusat tapi juga daerah,” ulasnya.
Ketiga, Di saat KPK berkoordinasi dengan LKPP dan BPKP.KPK bisa memberikan rekomendasi seperti indikasi penyalahgunaan wewenang seperi tender kartu pra kerja dengan ruang guru atas nama stafsus atau membuat kop surat untuk bekerjasama dengan perusahaanya di saat dia menjadi stafsus maka sudah ada bukti permulaan yang cukup. Maka kpk bisa meminta menghentikan tender dan meminta penundaan pelaksanaan kegiatan tersebut.
“Saya berharap Lembaga anti rasuah ini bekerja lebih profesional, mengedepankan pertimbangan Peraturan, Hukum dan Perundang-Undangan sebagaimana sudah ditetapkan,”pungkasnya.
Keempat, Hukum bisa tegak apabila ada tiga komponen yang bersinergi pertama legal substance yaitu perundang-undangan yang baik sesuai kebutuhan, legal structure yaitu aparat penegak hukumnya berlaku adil dan tidak korup, legal culture yaitu di dukung peran serta masyarakat. Dengan semua ini kita gampang mengawasi kegiatan berbau uang di masa pandemi covid 19.
(Arum)