Program PPK Ormawa ITI 2025 Hadirkan Inovasi Pertanian Cerdas Bagi KWT Srikandi Serpong

Ekonomi35 Dilihat

Inovasi sistem pertanian aeroponik semakin menegaskan arah baru bagi pertanian modern di lahan terbatas. Melalui teknologi Internet of Things (IoT), metode ini menawarkan efisiensi tinggi dengan pemberian nutrisi secara presisi sehingga penggunaan air dan nutrisi menjadi jauh lebih hemat, serta kemudahan pemantauan melalui platform digital. Di tengah tantangan ketahanan pangan perkotaan, aeroponik menjadi solusi praktis bagi kelompok masyarakat, termasuk kelompok wanita tani yang ingin mandiri dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.

Gagasan inilah yang menjadi latar pelaksanaan acara penutupan dan pelatihan Program Peningkatan Kapasitas Organisasi Mahasiswa (PPK Ormawa) 2025 HME-ITI bertema Sistem Pertanian Presisi Aeroponik Berbasis IoT pada Lahan Terbatas untuk Mendukung Gerakan Ketahanan Pangan Kelompok Wanita Srikandi Serpong, yang digelar pada Sabtu (22/11/2025). Kegiatan tersebut menjadi tonggak penting pengenalan teknologi pertanian presisi kepada masyarakat, khususnya KWT Srikandi Serpong.

Tris Dewi Indraswati, Ketua Program Studi Teknik Elektro Institut Teknologi Indonesia (ITI), menjelaskan, “Program yang kami jalankan adalah PPK Ormawa atau Program Peningkatan Kapasitas Organisasi Mahasiswa. Pada program ini, Himpunan Mahasiswa Elektro – ITI menerapkan sistem aeroponik berbasis IoT di Kelompok Tani Srikandi Serpong.” Ia menuturkan bahwa sistem ini telah dijalankan dan diuji selama empat bulan, meliputi proses perancangan green house dan system aeroponik, implementasi, hingga uji pelaksanaan penanaman.

Menurutnya, dalam tahap pengembangan, sudah sempat dilakukan penanaman dan tanaman tumbuh dengan baik, namun terdapat kendala yang ditemui dan harus diselesaikan. “Kemarin sempat terjadi kebocoran pipa distribusi, sehingga air cepat habis, sehingga tanaman layu. Alhamdulillah sudah teratasi dan sekarang sudah siap diserahterimakan. Pelatihan ini kami adakan supaya ibu-ibu KWT dapat mengoperasikan alat yang akan kami serahkan,” ujar Tris Dewi. Ia berharap teknologi ini menjadi pintu masuk bagi KWT untuk mengenal dan menguasai pertanian presisi.

Tris Dewi mengungkapkan, tower aeroponik yang tersedia saat ini berjumlah enam, namun bisa dikembangkan lebih banyak jika anggota kelompok semakin terampil. “Akan terlihat bedanya ketika pemberian nutrisi dilakukan secara presisi. Hasilnya bisa lebih baik dan subur. Di tempat lain bahkan sistem aeroponik ini dapat menghasilkan sampai 12 kali lipat dari pertanian tradisiional.”

Program ini mendapat dukungan hibah Belmawa Dikti sebesar Rp25 juta untuk pembangunan greenhouse, pembuatan tower, hingga sistem elektroniknya.

Tris Dewi menjelaskan proses implementasi ini merupakan pengalaman pertama bagi anggota KWT, sehingga anggota KWT perlu mengenali system aeroponic ini sejak pembibitan dan belajar bagaimana mengelolanya, termasuk mengenali kendala teknis yang mungkin terjadi. “Mereka harus belajar troubleshooting, misalnya ketika tanaman tidak kebagian air. Meskipun nantinya HME tetap melakukan pendampingan. Melalui kegiatan ini mereka belajar langsung di lapangan.”

Tantangan pelaksanaan program juga dialami tim mahasiswa. Arif Tegar Perbangkara, Ketua Pelaksana HME-ITI 2025, menceritakan dinamika internal tim. “Paling berat adalah kerja sama dengan tim, mengoordinir teman-teman supaya bekerja lebih rajin. Saya sempat gagal juga, seperti bocornya pipa yang menyebabkan gagalnya tanaman berkembang, karena menjadi layu. Solusinya kami perbaiki bagian yang bocor dan tanam ulang.” Ia menambahkan bahwa masih banyak kendala teknis yang membutuhkan perawatan rutin.

Arif menegaskan bahwa pendampingan kepada KWT tidak berhenti setelah pelatihan. “Kami tetap memonitoring minimal sebulan atau dua bulan sekali untuk maintenance alat dan edukasi lanjutan.” Ia menilai sistem aeroponik memberikan manfaat signifikan, seperti otomatisasi penyiraman dan masa pertumbuhan yang lebih cepat dalam tiga sampai empat minggu. Pupuk AB mix juga telah diformulasikan khusus untuk mendukung kebutuhan nutrisi tanaman.

Setelah alat diserahkan, Arif berharap KWT dapat memaksimalkan penggunaannya. “Saya harap alat ini dijaga, dirawat, dan dipakai dengan optimal,” ujarnya.

Dari sisi penerima manfaat, Sri Wulan selaku Ketua KWT Srikandi Serpong menyambut baik program ini. “Pelatihannya bagus sekali untuk ibu-ibu. Ini bisa diterapkan dan kami bisa berkolaborasi dengan mahasiswa ITI,” paparnya.

Ia mengakui bahwa tantangan juga datang dari penggunaan bibit. “Bibit dari luar agak lama dan mahal, tapi kami mau coba bibit lokal.”

Sri Wulan menilai inovasi ini menjadi kesempatan bagi anggotanya untuk naik kelas dalam pengetahuan pertanian. “Tanggapannya bagus untuk inovasi ibu-ibu. Aeroponik berbeda dengan hidroponik, kami masih harus banyak belajar.” Dari total 21 anggota, sebanyak 11 di antaranya aktif menjalankan kegiatan.

“Kami punya motivasi supaya KWT ini terus berjalan dan berkembang,” tutupnya.

(Slamet)