Rumah Subsidi Rasa Sultan, Menteri Ara Digugat

JP News19 Dilihat

rumah subsidi rasa sulta menteri ara digugat
Sekelompok warga akhirnya bosan jadi penonton. Mereka menggugat Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, ke Mahkamah Agung pada Senin (19/8)

Jakarta, JejakProfil – Sekelompok warga akhirnya bosan jadi penonton. Mereka menggugat Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, ke Mahkamah Agung pada Senin (19/8).

Kuasa hukum mereka, Dr. Teguh Satya Bhakti, SH., MH., menyebut para penggugat hanyalah rakyat biasa bergaji UMR yang belum punya rumah.

Ironisnya, aturan yang mereka gugat—Permen Nomor 5 Tahun 2025—justru menyebut orang dengan gaji Rp14 juta per bulan sebagai “masyarakat berpenghasilan rendah”. Kalau Rp14 juta disebut miskin, lalu gaji UMR masuk kategori apa? Fakir digital?

Menurut Teguh, aturan ini sukses mengubah rumah subsidi menjadi arena rebutan antara orang miskin tulen dengan orang kaya yang pura-pura miskin.

Uang APBN yang katanya untuk rakyat kecil malah disiapkan untuk mereka yang tak tahu rasanya bayar cicilan sampai makan mie instan.

Lucunya, undang-undang Tapera jelas bilang penerima rumah subsidi adalah pekerja bergaji setara UMR.

Tapi Menteri Ara punya tafsir sendiri: miskin itu yang bergaji belasan juta. Bravo! Akrobat hukum yang bikin logika jadi bahan tertawaan.

Lebih ajaib lagi, Presiden Prabowo lewat Inpres Nomor 4 Tahun 2025 sudah mengatur penggunaan Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSen).

Di sana, orang bergaji Rp14 juta jelas masuk kategori desil 9 alias “sangat kaya”. Tapi entah kenapa, di meja Menteri Ara, mereka tiba-tiba naik pangkat jadi “orang miskin versi premium”.

Tak heran jika warga menyebut Permen Nomor 5 Tahun 2025 bertentangan dengan UU Tapera dan UU Perumahan.

Sebab, aturan ini bukan hanya menyingkirkan rakyat kecil, tapi juga berhasil melahirkan definisi baru: miskin rasa sultan.