Beranda / Ekonomi / SesKemenKopUKM Tekankan Pentingnya Lembaga Penjamin Simpanan, Pengawasan, Kepailitan, dan Sanksi Pidana Dalam UU Perkoperasian

SesKemenKopUKM Tekankan Pentingnya Lembaga Penjamin Simpanan, Pengawasan, Kepailitan, dan Sanksi Pidana Dalam UU Perkoperasian

Share:

Medan – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim menekankan beberapa hal yang menjadi perhatian untuk dapat diatur dalam RUU Perkoperasian yang baru. Diantaranya, pembentukan Lembaga Pengawas Independen untuk memperkuat pengawasan.

“Hal lainnya adalah menyangkut pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi, pengaturan tentang kepailitan, dan pengaturan sanksi pidana,” jelas SesKemenKopUKM secara daring, pada acara Pengumpulan Aspirasi dan Sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian, di Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu (26/10).

Oleh karena itu, Arif menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian harus segera diubah. Karena, sudah tidak dapat mengakomodir cepatnya perkembangan serta dinamika di bidang perkoperasian khususnya dan di bidang ekonomi serta sosial umumnya.

“Segala permasalahan di bidang perkoperasian harus diselesaikan. Salah satunya adalah melalui perubahan atas UU Nomor 25 Tahun 1992 yang dianggap sudah tidak dapat mengakomodir dan mengatasi permasalahan-permasalahan perkoperasian dewasa ini,” ucap SesKemenKopUKM.

Diharapkan, dengan penyusunan RUU Perkoperasian dapat mengakomodir perkembangan dan mengantisipasi permasalahan-permasalahan Perkoperasian ke depan.

“Juga, dapat menjadi solusi jangka panjang, khususnya terkait Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang bermasalah saat ini dan sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),” kata Arif.

Untuk itu, lanjut Arif, pihaknya terus menginventarisir, menggali masukan, serta aspirasi dari para pembina koperasi, gerakan koperasi, serta akademisi untuk memperkaya substansi Naskah Akademis serta pengaturan dalam draft RUU Perkoperasian yang sedang disusun Kelompok Kerja.

SesKemenKopUKM berharap para pelaku Gerakan Koperasi dapat menyampaikan masukan maupun aspirasinya secara detail untuk pengaturan di bidang perkoperasian ke depan.

“Sehingga, hal-hal tersebut dapat melengkapi, memperkaya, ataupun memperbaiki draft Naskah Akademis dan RUU Perkoperasian yang sedang disusun,” ucap Arif.

Arif pun mengajak semua pihak berkontribusi aktif dalam penyusunan RUU Perkoperasian sampai nanti dapat disahkan menjadi UU Perkoperasian yang baru. “Tujuannya, untuk dapat menciptakan iklim serta kondisi perkoperasian ideal yang sesuai dengan prinsip dan jati diri koperasi,” kata SesKemenKopUKM.

Ekosistem Koperasi

Dalam kesempatan yang sama, anggota Tim RUU Perkoperasian Agung Nur Fajar mengungkapkan, menyusun RUU adalah membangun semangat masyarakat berkoperasi. Jargon-jargon seperti membangun koperasi maju, kuat, tangguh, dan mandiri harus dituangkan operasionalnya ke dalam UU.

“Inti dari bangunlah jiwanya dan bangunlah badannya dalam lagu Indonesia Raya, bagi gerakan Koperasii adalah membangun semangat masyarakat Indonesia berkoperasi, dan membangun ekosistem perkoperasian.. Jadi, kalau kita mau membangun koperasi, yang harus kita bangun dan kembangkan adalah ekosistemnya,” kata Agung.

Agung mencontohkan, akan sulit membangun KSP jika tidak ada lembaga penjamin simpanannya. “Kalau koperasi memiliki LPS, maka kredibilitasnya akan sama dengan bank,” ucap Agung.

Agung mengakui, saat ini, ekosistem koperasi masih lemah. Selain tidak ada LPS, juga belum memiliki otoritas pengawasannya. “Ini yang akan kita siapkan dalam UU yang baru,” ujar Agung.

Menurut Agung, ke depan, pengawas koperasi akan menjadi profesi yang menarik, meski nanti sebagian pengawasan koperasi (KSP) akan dialihkan ke OJK sesuai UU Pengembangan dan Perkuatan Sistem Keuangan (PPSK). “Pengawasan koperasi akan sama dengan standarnya OJK,” kata Agung.

Lebih dari itu, di perbankan, ada yang namanya Komite Stabilitas Sektor Keuangan. Dimana bila ada bank bermasalah, tidak langsung ditutup. Bahkan, jika sistemik, maka akan dibail-out LPS. Sedangkan di koperasi, begitu mudah ditutup bila bermasalah.

“Kita akan bikin Komite Penyehatan Koperasi. Jadi, kalau ada koperasi bermasalah, tidak serta merta ditutup. Ini namanya membangun eksosistem koperasi,” ucap Agung.

Di samping itu, lanjut Agung, dalam UU yang baru juga akan membangun yang namanya Koperasi Multi Pihak. Tujuannya, agar bisa menampung anak muda membangun bisnis sesuai kebutuhan para mileneal. “Kita juga akan menerapkan teknologi digital, agar koperasi tidak terkesan jadul,” ucap Agung.

Anggota tim kerja RUU, Alfian Muslim, menambahkan bahwa ke depan akan lebih dikembangkan koperasi di sektor riil. Misalnya, minyak makan merah dan bawang merah, akan dikembangkan melalui koperasi agar para petani mendapat nilai tambah dari produk yang dihasilkannya.

“Kita juga ingin koperasi digemari kaum milenial atau generasi Z dan UU Perkoperasian bisa menampung keinginan para anak muda. Nantinya, koperasi harus melakukan regenerasi untuk generasi berikutnya,” kata Alfian.

(Red)
Sumber :
*Humas Kementerian Koperasi dan UKM*
*Medsos resmi: @Kemenkopukm*

Lihat Juga

KKP Ajak GEF 6 Perluas Kerja Sama Ekonomi Biru

JAKARTA, (12/12) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengapresiasi kerja sama pengelolaan perikanan berkelanjutan yang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *