Jakarta – Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto, Ph.D menilai bahwa keputusan penyesuaian harga BBM merupakan pilihan terbaik ditengah situasi global seperti sekarang ini.
“Ini merupakan sebuah kebijakan yang sangat sulit bagi pemerintah, namun sudah tidak ada pilihan lagi,” ujar teguh dalam diskusi di Jakarta.
Teguh memandang bahwa apabila pemerintah tidak melakukan penyesuaian harga BBM, dikhawatirkan beban fiskal akan semakin tinggi lagi dan semakin menekan nilai tukar rupiah. Ini disebabkan oleh karena nilai impor BBM yang sangat besar.
“Pelan namun pasti, kebutuhan bbm dalam negeri yang semakin meningkat di situasi saat global saat ini, akan memberikan tekanan terhadap nilai tukar. Tidak hanya bbm saja, sebetulnya barang-barang lain juga akan meningkat, tapi pelan-pelan, tetapi sebetulnya dampaknya akan terasa juga,” tegasnya.
Bahkan ekonom UI tersebut menegaskan bahwa kondisi keuangan negara saat ini sudah “berdarah-darah” akibat tekanan global dan jika dibiarkan terus sampai akhir tahun, kenaikan anggaran APBN terkait kebutuhan subsidi kompensasi pada situasi global saat ini bahkan bisa menyentuh lebih dari 700 triliun.
Senada dengan itu, Pengamat sosial UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengatakan bahwa penyesuaian harga BBM memang tidak dapat dihindari
Dirinya menilai bahwa dengan adanya penyesuaian harga BBM yang dilakukan oleh Pemerintah, maka akan mampu menghindarkan Indonesia dari banyak hal negatif yang menanti, antara lain krisis dan kebangkrutan negara.
“Seperti yang terjadi di Amerika Serikat yang terpaksa berkali-kali menerapkan aturan ketat terhadap warganya karena likuiditas keuangan terganggu,” ujar Azyumardi dalam Webinar Moya Institute, Kamis (8/9).
Direktur Eksekutif Moya Institute Heri Sucipto mengatakan bahwa langkah penyesuaian harga BBM tidak dapat dihindarkan sebagaimana pernah terjadi pada masa lalu.
“Namun penting dicari formula yang tepat agar kehidupan sosial ekonomi tidak terlalu terdampak” pungkas Heri.
Sementara itu, pengamat ekonomi, Sri Adiningsih menganggap APBN atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara, bukan saja untuk subsidi BBM, namun juga untuk memitigasi dampak Pandemi Covid-19 dan juga pemulihan ekonomi nasional.
(Sety)