
Jejakorofil.Com – Menteri Agama (Menag) beberapa waktu lalu memberi pernyataan viral soal azan dan gonggongan anjing. Sejumlah pihak pun memberi tanggapan, termasuk Wakil Gubernur Jawa Barat (Wagub Jabar) Uu Ruzhanul Ulum.
Pria yang juga dikenal sebagai Panglima Santri Jabar ini menegaskan tidak elok membandingkan pengeras suara masjid, termasuk suara azan, dengan gonggongan anjing. Menurutnya, gonggongan anjing sangat berbeda dengan suara azan dari pengeras suara masjid. Bahkan, kata Uu, suara azan terbukti banyak menuntun orang untuk masuk Islam dan menjadi mualaf.
“Tidak elok mentasbihkan azan dengan gonggongan anjing karena mengganggunya gonggongan anjing dan suara azan akan berbeda di telinga,” tegas Uu di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (24/2/2022).
Bahkan, tambah dia, banyak orang masuk Islam karena suara azan. Untuk itu, kata dia, Menteri Agama mohon bijaksana dalam membuat statement.
Selain itu, Ia juga menyoroti terbitnya Surat Edaran (SE) Menag Nomor SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola. Uu meminta Kementerian Agama (Kemenag) lebih bijak dalam membuat aturan.
Lebih lanjut, pria kelahiran 10 Mei 1969 di Tasikmalaya, Jawa Barat itu pun menilai SE tersebut telah menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, sehingga memicu kegaduhan. Uu mengatakan waktu terbit SE tersebut kurang tepat karena menjelang bulan suci Ramadhan.
“Kalau boleh, Kemenag jangan bikin gaduh, karena umat Islam sekarang sedang siap-siap menghadapi bulan Ramadhan,” katanya.
“Memang masalah surat edaran pemakaian speaker ada yang setuju, ada yang tidak, tetapi justru pro-kontranya itu yang bikin gaduh dan ramai,” sambung Uu.
Ia juga mengatakan menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, penggunaan speaker masjid dan mushola menjadi sangat vital karena menjadi momentum syiar Islam. Sehingga jika ada pihak yang merasa terganggu dengan penggunaan speaker masjid, dia berharap rasa saling menghargai masyarakat lebih ditingkatkan.
“Di bulan Ramadhan dan Lebaran nanti, penggunaan speaker pasti lebih banyak, kan sebagai syiar nuansa Ramadhan. Kalau memang ada umat Islam atau non-muslim yang merasa terganggu, di sinilah kita harus lebih saling menghargai,” jelas Uu.
Selain itu, Kemenag juga seyogianya melibatkan tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk berdiskusi sebelum membuat aturan. Dengan demikian, aturan akan lebih mudah diterapkan dan ditaati, meski SE tidak memiliki kekuatan hukum.
“Paling tidak ada komunikasi dulu dengan tokoh agama atau pemuka masyarakat lainnya. Jangan tiba-tiba (keluarkan) edaran, masyarakat banyak yang bertanya kepada saya. Sekalipun secara hierarki surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum, tetapi masyarakat banyak yang resah dengan hal semacam ini,” bebernya.
Lebih lanjut Uu menyarankan Kemenag lebih menitikberatkan penyusunan aturan terkait pemanfaatan masjid dan mushola jelang Ramadhan, namun disesuaikan dengan kondisi perkembangan pandemi covid-19. Menurut dia, langkah tersebut lebih bijak dilakukan di negara dengan penduduk mayoritas Muslim ini.
“Saya harap Kemenag lebih bijaksana dalam mengambil keputusan pengaturan agama di Indonesia yang mayoritas Muslim. Lebih baik kita persiapkan umat Islam menghadapi bulan suci Ramadhan, surat edaran masjid harus dipersiapkan untuk Sholat Tarawih dan sebagainya. Itu akan lebih mengena dan adem pada masyarakat,” tuturnya. (JP/AR/Red)