Jakarta,22-12-2021 – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mencetak rekor nilai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tertinggi sepanjang sejarah, mendekati Rp1 triliun. Peningkatan ini seiring perbaikan tata kelola sektor kelautan dan perikanan, khususnya di bidang perikanan tangkap dan pengelolaan ruang laut.
“Ini adalah satu pencapaian walaupun apa yang kita lakukan di 2021 belum maksimal. Tetapi saya bangga kita telah melakukan banyak hal. Khususnya kita sudah punya langkah-langkah strategis, dan bisa membuktikan tagline KKP Rebound,” ujar Menteri Trenggono dalam program talkshow Bincang Bahari Edisi Spesial bertajuk “Catatan Akhir Tahun 2021 dan Program Ekonomi Biru 2022” di Gedung Mina Bahari III, Jakarta, Rabu (22/12/2021).
Berdasarkan data hingga 21 Desember 2021, total PNBP yang diterima KKP mencapai Rp920 miliar. Jumlah tersebut masih akan bertambah bahkan melebihi Rp1 triliun karena masih ada potensi tagihan di bidang perikanan tangkap, serta tagihan atas pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas (migas) yang jumlahnya masing-masing lebih dari Rp35 miliar dan Rp350 miliar.
“Ini akan kita tagih (migas), karena tujuan dari penarikan ini juga salah satunya untuk melakukan mitigasi dari aktivitas eksplorasi yang dilakukan,” ungkap Menteri Trenggono.
Sebagai perbandingan, PNBP Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam dua tahun sebelumnya berada di angka Rp600an miliar dan Rp500an miliar. Sehingga perolehan PNBP menjadi Rp1 triliun di 2021 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan.
Menteri Trenggono memastikan, PNBP yang didapat akan digunakan sepenuhnya untuk percepatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Mulai dari perbaikan sarana dan prasarana di pelabuhan, program bantuan kepada masyarakat, hingga program-program yang tujuannya meningkatkan kualitas dan ekspor produk perikanan Indonesia.
Meski mencetak rekor, PNBP sektor kelautan dan perikanan menurutnya masih bisa ditingkatkan lagi nilainya di tahun-tahun berikut. Sebab, tiga program terobosan akan diimplementasikan secara menyeluruh di tahun 2022. Mulai dari penerapan kebijakan penangkapan terukur di 11 WPPNRI, pengembangan perikanan budidaya komoditas berorientasi ekspor (udang, kepiting, lobster, dan rumput laut), serta pembangunan kampung-kampung budidaya perikanan berbasis kearifan lokal.
“PNBP yang didapat Rp1 triliun sementara spending (APBN KKP) Rp6 triliun tentunya masih minus. Makanya di tahun 2022 kita targetkan lagi peningkatan menjadi Rp4 triliun bahkan Rp6 triliun, sehingga target Rp12 triliun bisa tercapai. Dengan demikian kita bisa bekerja membangun bangsa ini lebih mudah lagi untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Mengenai program terobosan, Menteri Trenggono memastikan implementasinya sesuai dengan prinsip ekonomi biru di mana menjaga kesehatan ekologi menjadi syarat utama. Menurutnya, ekosistem perikanan yang sehatlah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.
Salah satu wujud implementasi ekonomi biru itu adalah penangkapan ikan berdasarkan kuota dan zonasi yang tertuang dalam program terobosan kebijakan penangkapan terukur. Kuota penangkapan dibagi dalam tiga kategori yakni kuota untuk komersial, nonkomersial, dan nelayan lokal.
Dalam menentukan kuota tersebut, KKP menggunakan basis data yang dikeluarkan oleh Komnas Kajiskan yang tujuannya untuk menjaga populasi ikan di tiap zona. Sedangkan cara untuk memastikan ikan yang ditangkap sesuai dengan kuota dan zonasinya, KKP menyiapkan teknologi pengawasan berbasis satelit.
Menteri Trenggono menegaskan akan memberi sanksi tegas kepada penerima kuota yang melanggar aturan main, mulai dari denda hingga pembatasan kuota yang diterima. “Kalau dia melebihi kuota yang ada, itu dia melawan ekologi ya harus ada denda. Entah itu bayar dua kali lipat atau kuotanya dibatasi di tahun depan,” ungkap Menteri Trenggono.
Penerapan kebijakan penangkapan terukur diakuinya sebagai program terobosan yang akan mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi khususnya di wilayah pesisir, peningkatan kualitas dan mutu produk perikanan, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar, pemberantasan IUU Fishing, hingga peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional.
“Nelayan nantinya akan sejajar dengan investor, karena mereka sama-sama punya kuota,” pungkasnya.
(Red/Slamet)