Jakarta – Kini, UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, dengan jumlah UKM saat ini sudah mencapai lebih dari 65 juta UKM yang tersebar diseluruh Indonesia.
Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM, Hanung Harimba Rachman mengatakan, salah satu masalah terbesar UMKM saat ini adalah terkendala dalam sisi pendanaan untuk ekspansi bisinisnya.
“Pemerintah berkewajiban menyediakan pembiayaan yang murah dan mudah bagi UMKM sesuai amanat PP Nomor 7 Tahun 2021,” tegas Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM, Hanung Harimba Rachman, dalam keterangannya, Selasa, (23/11).
Menurutnya, berdasarkan data rasio kredit perbankan untuk UMKM per Juli 2021 baru mencapai 19 persen atau sekitar Rp 1.080 trilun, dengan kredit untuk usaha kecil dan menengah mencapai 79%.
“Pelaku UKM relatif sudah sangat paham untuk mengakses perbankan,” ujarnya.
Hanung menjelaskan, saat ini UKM lebih membutuhkan pendanaan yang akan membentuk ekuitas dengan pola bagi hasil. UKM diharapkan menarik minat investor untuk bersama mengembangkan usahanya.
“Salah satu alternatif pendanaan yang berupa investasi adalah melalui penerbitan saham melalui skema urun dana (Securities Crowdfunding) yang telah diatur di POJK Nomor 57 tahun 2020,” kata Hanung.
Ia mengatakan, securities crowdfunding sendiri merupakan Penawaran Efek melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi lnformasi, dimana penyelenggaraannya dilakukan oleh penerbit untuk menjual efek secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka.
“UKM sebagai penerbit nantinya akan menawarkan efeknya penyelenggara layanan urun dana yang memiliki ijin dari OJK,” tegasnya.
Ia menambahkan, kehadiran SCF sendiri tentunya semakin memperkaya ekosistem pendanaan untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM), karena dengan kehadirannya akan memperbanyak variasi pendanaan sebagai alternatif dari pendanaan eksisting.
“Perkembangan SCF sendiri sebagaimana yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, total dana yang berhasil dihimpun dari securities crowdfunding mencapai Rp 327,52 miliar per September 2021 dengan 183 UKM sebagai penerbit,” katanya.
Menurut Hanung, dengan adanya securities crowdfunding, UKM akan didampingi dalam menjalankan usahanya. UKM sebagai penerbit efek memperoleh berbagai keuntungan, selain mendapatkan alternatif pendanaan, katanya, skema yang ditawarkan juga memberikan skema yang adil karena baik penerbit ataupun pemodal memiliki tujuan yang sama, yakni agar bisnis yang diterbitkan mampu menghasilkan keuntungan yang bagus, karena semakin tinggi keuntungan usaha maka sisi pemodal dan penerbit sama sama akan mendapatkan keuntungan yang tinggi juga.
“Selain itu potensi ketersediaan modal pun pada hakikatnya sangat luas mengingat bahwa Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar, dengan nilai minimum investasi yang tergolong rendah maka pada dasarnya siapapun akan mampu menjadi pemodal dari pendanaan dengan skema SCF ini. Selanjutnya khusus SCF sendiri, pendanaan yang bisa dilakukan untuk sekali penerbitan maksimal Rp10 milyar, ini mencerminkan bahwa pada dasarnya pendanaan ini memang ditujukan untuk penerbit yang tergolong dari sector UKM. “Alumni” Securities crowdfunding akan didorong untuk dapat Go Public di BUrsa Efek Indonesia untuk dapat mengakses investasi yang lebih besar dan bertransformasi menjadi usaha besar,” tegasnya
(Red)